Ujung atap[3] (Baeckea frutescens) adalah tumbuhan obat Indonesia. Kayunya dipakai untuk membuat pagar dan serbuk untuk obat gosok pada perut yang sakit. Sebagai bahan obat dan jamu, tanaman ini dikenal dengan nama jungrahab[4].
Di Indonesia, ujung atap dikenal dengan nama aron (Aceh), si-gamei-gamei (Minangkabau),[5] ujung atap (Kalimantan dan Sumatra), game-game (Batak), sawajane dan sawajale (Sulawesi), wile-wile (Baliem),[6] jung-jung atap, sesapu atap, sesapu, dan tutur atap (Bangka dan Belitung).[5][7]
Semak-semak dengan tinggi 6 m dan dengan diameter 11 cm.[2] Daunnya harum,[7] bentuknya seperti jarum/memita, tegak, berukuran 5,5-11,5 mm × 0,4-0,8 mm. Panjang gagang daun 0,5-0,6 mm. dan tunggal. Daunnya saling berhadapan, menggerombol pada setiap ruas. Panjang gagang daun 0,5-0,6 mm.[6] Kayu ujung atap berwarna merah tua, dan keras rupanya.[7] Pepagan dan percabangan berwarna abu-abu. Bunganya berukuran 3 mm, berwarna putih-merah muda, termasuk bunga tunggal, dan tumbuh di ujung percabangan. Di tiap-tiap percabangan, gagang perbungaan kadang ditemui dengan panjang 0,2-1,7 mm, kadang tidak. Daun gantilan lanset menyempit, panjang ± 1,5 mm. Cepat luruh sebelum penyerbukan. Hipatium mengerucut sungsang hingga menghentak panjang 1,5-2,2 mm, dan licin. Perhiasan bunga berupa mahkota putih, membundar dengan kelenjar minyak. Benang sari 7-13 jumlahnya, dan dikelompokkan dalam 1-3 hipatium. Tangkai sari panjangnya 0,3-0,8 mm. Putik berbentuk galah, kepala putik berbentuk bongkol melebar.[6] Buah berukuran sekitar berdiameter 3 mm, warnanya hijau-merah-coklat, dan buahnya termasuk buah buni.[2] Bakal buah terbagi menjadi 2-3 ruang, berbentuk separuh bola hingga lonceng, berukuran 1,6–2 mm × 2,3-2,5 mm. Biji berukuran ± 5 mm dan berwarna coklat. Ujung atap berbunga sepanjang tahun, dan berbuah hampir sepanjang tahun pula. Buah ujung atap ditemui pada Juni-Oktober, Februari dan April. Biji tumbuhan yang juga disebut jung rahab ini berkecambah selama 52-66 hari.[6]
Ujung atap tersebar dari Tiongkok Selatan hingga ke Guinea Baru dan Australia.[5] Di Kalimantan, ujung atap ditemui di Serawak, Sabah, Kalimantan Timur, Selatan, dan Tengah.[2][7] Di Kalimantan Barat, ujung atap ditemui di Cagar Alam Muara Kendawangan, dan padang alang-alang hingga 1000 mdpl. Kalau di Sumatra, ia didapati di Sumatra Utara hingga ke Palembang (biasanya di rawa-rawa) Bangka Belitung, dan Kepulauan Anambas. Ia di Sulawesi hanya ditemukan di Sulawesi Tengah, Tenggara, dan Selatan. Ujung atap di Maluku hanya ditemui di Kep. Taliabu. Di Irian Jaya, hanya ditemui di Pulau Trangan.[6] J.P. Mogea (2003) pernah memberi keterangan bahwa di timur laut Pulau Misool masih banyak ditemui ujung atap, yakni 125.000 batang pohon. Tumbuhan ini masih tumbuh meliar, belum pernah dibudidayakan.[5] Di Wonogiri, Siti Sunarti (2011) malah berspekulasi ujung atap ditanam karena memang tumbuhan ini banyak manfaatnya.[6]
Kayu ujung atap digunakan untuk membuat pagar.[2] Disebutkan bahwa kayunya berwarna merah tua, luar biasa keras dan padat, berat, dan sangat tahan lama.[8]
Daunnya digunakan untuk minuman penyegar, teh, peluruh kencing (diuretik), dan abortivum. Dalam pengobatan tradisional, baik di Malaysia maupun Indonesia, ini digunakan untuk menyegarkan tubuh ibu yang baru saja melahirkan. Lumatan daun ujung atap yang dicampur dengan air berkhasiat untuk menyembuhkan pegal-pegal. Daunnya ini juga bermanfaat sebagai obat gosok ke seluruh tubuh.[7] Daunnya ini diperjualbelikan di Semenanjung Malaya semasa penjajahan Kolonial Belanda dengan nama daun cucur atap.[8] Bunga ujung atap dalam pengobatan tradisional bermanfaat untuk mengobati masalah nafsu makan.[9] Di Lembah Baliem, digunakan untuk obat demam, sakit perut, dan pengusir nyamuk dan dibuat untuk sapu.[6] Simplisia (bahan obat dasar) dari tumbuhan ini, secara farmakognosi dikenal sebagai Baeckea Folium (Daun Jungrahab) dan, setidaknya pada masa lalu, dimasukkan sebagai salah satu simplisia yang wajib tersedia di apotik.[10]
Ujung atap berbau harum, seperti lavender karena mengandung minyak esensial (pinena, g-terpinena, p-sinmonena, limonena, linalol, dan lain-lain). Ia juga mengandung zat (glikosida) yang berbau seperti damar. Fenol dan baeckeol telah diisolasi dari tumbuhan ujung atap ini.[7]
Ekstrak etanol dari ujung atap menunjukkan aktivitas sitotoksik melawan sel leukemia dalam jaringan. Tiga flavonoid yang ditemukan dari daun ujung atap, yakni BF-4, BF-5, dan BF-6 menunjukkan aktivitas sitosik yang kuat melawan sel leukemia. Baeckea frutescens ini juga diketahui bersifat potensial anti-karies terhadap Streptococcus mutans. Ekstrak ujung atap menunjukkan aktivitas anti-inhibisi yang kuat terhadap parasit malaria (Plasmodium falciparum) namun tidak terhadap dengan babesial (Babesia gibsoni).[9]
Seduhan daun tumbuhan yang disebut jung rahab ini menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap daur birahi, jumlah ketidakhamilan, jumlah anak, dan cacat fisik terhadap anak yang dilahirkan. Seduhan daun jung rahab secara oral pada dosis 45, 90, dan 180 mg/kg berat badan tidak menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap daur berahi dan tidak mengakibatkan adanya cacat fisik pada anak yang dilahirkan. Seduhan daun jung rahap pada dosis 90 mg/kg b.b menunjukkan persentase ketidakhamilan paling besar (60%) dan pengurangan jumlah anak yang berarti.[11]
Semua ekstrak metanol ujung atap tidak menunjukkan aktivitas anti bakteri terhadap Escherichia coli, Morganella morgani, Serratia marcescens, Salmonella typhii, dan Listeria monocytogens. Namun, walaupun ujung atap tidak menunjukkan aktivitas anti bakteri, p-cymene yang terkandung pada ujung atap diketahui bersifat anti-bakteri. Dia tidak mengganggu sel normal. Itu menandakan bahwa ujung atap baik sebagai obat dalam, karena obat dalam yang baik tidak mengganggu pertumbuhan sel normal.[12] Dikatakan pula, 50 persen sel leukemia mati oleh ekstrak metanol ujung atap ini. Sehingga, ekstrak metanol ujung atap mungkin bisa dikomersialkan sebagai anti-leukemia.[12]
|trans_title=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan) Ujung atap (Baeckea frutescens) adalah tumbuhan obat Indonesia. Kayunya dipakai untuk membuat pagar dan serbuk untuk obat gosok pada perut yang sakit. Sebagai bahan obat dan jamu, tanaman ini dikenal dengan nama jungrahab.
Di Indonesia, ujung atap dikenal dengan nama aron (Aceh), si-gamei-gamei (Minangkabau), ujung atap (Kalimantan dan Sumatra), game-game (Batak), sawajane dan sawajale (Sulawesi), wile-wile (Baliem), jung-jung atap, sesapu atap, sesapu, dan tutur atap (Bangka dan Belitung).