Synsepalum dulcificum adalah tumbuhan yang dikenal akan buah buninya karena buah tersebut jika dimakan akan membuat makanan asam (seperti lemon dan jeruk limau) menjadi terasa manis. Buah buni dari tumbuhan ini sendiri memiliki kandungan gula yang rendah[2] dan bau yang agak manis. Fenomena ini disebabkan oleh glikoprotein yang disebut mirakulin.[3][4] Saat buahnya dimakan, molekul ini mengikat ke pengecap pada lidah. Jika kandungan pH makanan netral, mirakulin mengikat dan memblok reseptor. Namun, jika kandungan pH rendah (yang disebabkan oleh makanan asam), mirakulin mengikat protein dan dapat mengaktivasi reseptor manis.[5] Hal ini akan berlangsung hingga protein tersebut dihilangkan oleh ludah (biasanya memakan waktu hingga 30 menit).[6]
Buah ini telah dimakan di Afrika Barat paling tidak semenjak abad ke-18. Penjelajah Eropa Chevalier des Marchais[7] sedang mencari buah-buahan pada perjalanan tahun 1725, dan ia menyadari bahwa penduduk setempat memetik buah ini dan mengunyahnya sebelum makan. Pada tahun 1970-an, di Amerika Serikat, terdapat upaya untuk mengkomersialisasi buah ini karena dapat membuat makanan tidak manis menjadi terasa manis tanpa menambah kalori dalam jumlah yang besar, tetapi upaya ini gagal karena Food and Drug Administration (FDA) mengklasifikasikan buah ini sebagai bahan tambahan pangan.[2] Terdapat tuduhan bahwa proyek ini disabotase oleh industri gula,[8] tetapi FDA menampik tuduhan ini dan menyatakan bahwa mereka tidak pernah ditekan oleh industri gula.[9]
Di Afrika Barat (yang merupakan tempat asal spesies ini), buah ini dinamai agbayun,[10] taami, asaa, dan ledidi. Spesies ini juga dijuluki buah keajaiban,[11] beri keajaiban, beri ajaib,[11] dan beri manis.[12][13][14]
Synsepalum dulcificum adalah tumbuhan yang dikenal akan buah buninya karena buah tersebut jika dimakan akan membuat makanan asam (seperti lemon dan jeruk limau) menjadi terasa manis. Buah buni dari tumbuhan ini sendiri memiliki kandungan gula yang rendah dan bau yang agak manis. Fenomena ini disebabkan oleh glikoprotein yang disebut mirakulin. Saat buahnya dimakan, molekul ini mengikat ke pengecap pada lidah. Jika kandungan pH makanan netral, mirakulin mengikat dan memblok reseptor. Namun, jika kandungan pH rendah (yang disebabkan oleh makanan asam), mirakulin mengikat protein dan dapat mengaktivasi reseptor manis. Hal ini akan berlangsung hingga protein tersebut dihilangkan oleh ludah (biasanya memakan waktu hingga 30 menit).
Buah ini telah dimakan di Afrika Barat paling tidak semenjak abad ke-18. Penjelajah Eropa Chevalier des Marchais sedang mencari buah-buahan pada perjalanan tahun 1725, dan ia menyadari bahwa penduduk setempat memetik buah ini dan mengunyahnya sebelum makan. Pada tahun 1970-an, di Amerika Serikat, terdapat upaya untuk mengkomersialisasi buah ini karena dapat membuat makanan tidak manis menjadi terasa manis tanpa menambah kalori dalam jumlah yang besar, tetapi upaya ini gagal karena Food and Drug Administration (FDA) mengklasifikasikan buah ini sebagai bahan tambahan pangan. Terdapat tuduhan bahwa proyek ini disabotase oleh industri gula, tetapi FDA menampik tuduhan ini dan menyatakan bahwa mereka tidak pernah ditekan oleh industri gula.
Di Afrika Barat (yang merupakan tempat asal spesies ini), buah ini dinamai agbayun, taami, asaa, dan ledidi. Spesies ini juga dijuluki buah keajaiban, beri keajaiban, beri ajaib, dan beri manis.