Der Östliche Borneo-Gibbon (Hylobates funereus) ist eine auf Borneo endemische Primatenart aus der Familie der Gibbons (Hylobatidae).
Sie kommt im Norden und Nordosten der Insel vor; das Verbreitungsgebiet reicht im Südwesten bis zum Kapuasgebirge und im mittleren Osten der Insel bis zum Fluss Mahakam und umfasst damit den malaysischen Bundesstaat Sabah und den größten Teil von Sarawak, Brunei und die indonesische Provinz Kalimantan Utara und die nördliche Hälfte von Kalimantan Timur.
Der schwanzlose Östliche Borneo-Gibbon erreicht eine Kopf-Rumpf-Länge von 47 bis 49 cm und ein Gewicht von 5 bis 6,4 kg. Er ist tief dunkelbraun oder grau gefärbt. Die Haare auf der Kopfoberseite verlaufen fächerförmig von der Stirn nach hinten und sind über den Ohren deutlich länger. Die zusammengewachsenen Augenbrauen sind weißlich. Hände und Füße sind nicht dunkler als die Beine und manchmal aber heller.
Die Affenart lebt in primären und sekundären Laubwäldern und tropischen immergrünen Wäldern, oft mit einem hohen Bestand an Flügelfruchtgewächsen. Sie kann auch in selektiv gerodeten Wäldern überleben, sofern genug fruchttragende Bäume übrig geblieben sind. In den Bergen Sarawaks kommt sie bis in Höhen von 1700 Metern vor – mit abnehmender Populationsdichte in höheren Lagen. Im Kutai-National Park beträgt die durchschnittliche Reviergröße 36 Hektar. Östliche Borneo-Gibbons halten sich vor allem in den mittleren und oberen Baumregionen 25 bis 30 Meter über dem Erdboden auf. Normalerweise sind sie 8 bis 10 Stunden am Tag aktiv, wachen mit der Morgendämmerung auf, und begeben sich schon am späten Nachmittag vor dem Sonnenuntergang auf den Gipfeln ihrer Schlafbäume zur Ruhe.
Wie alle Gibbons ernähren sich Östliche Borneo-Gibbons vor allem von reifen Früchten, besonders von Feigen (24 %). Früchte machen etwa 65 % (27–90 % je nach Jahreszeit) ihrer Ernährung aus, der Anteil der Blätter liegt bei 32 % (8–73 % je nach Jahreszeit) der der Blüten liegt bei 4 % und tierische Nahrung hat einen Anteil von etwa 2 %.
Eine Gruppe besteht meist aus 3–4 Tieren, einem Weibchen, einem Männchen und deren Nachwuchs. Die Affen vermehren sich das ganze Jahr über. Zwischen zwei Geburten vergehen in der Regel 36 Monate. Die Jungtiere werden meist von der Mutter gepflegt, allerdings helfen der Vater und ältere Jungtiere dabei. Das Männchen verbringt mehr Zeit mit dem Jungtier mit Spielen und gegenseitiger Körperpflege. Mit 6 Jahren erreichen die Jungtiere die Körpergröße der Eltern, bleiben aber noch bei ihnen, bis sie mit 8–9 Jahren die Geschlechtsreife erlangen. Der Abstand zwischen den Geburten beträgt 36 Monate und die Lebenserwartung bis zu 47 Jahre.
Der Östliche Borneo-Gibbon (Hylobates funereus) ist eine auf Borneo endemische Primatenart aus der Familie der Gibbons (Hylobatidae).
The eastern grey gibbon or northern grey gibbon (Hylobates funereus) is a primate in the gibbon family, Hylobatidae.
Formerly, the eastern grey gibbon and western grey gibbon (H. abbotti) were considered conspecific with the southern grey gibbon (H. muelleri), but more recent studies indicate that all three are distinct species, and both the IUCN Red List and the American Society of Mammalogists consider them such. However, they can still hybridize with one another where their ranges meet.[1][3][4][5]
It is endemic to northeastern Borneo, and is found in Kalimantan, Sarawak, and Brunei. It ranges from Sabah south to the Mahakam River in East Kalimantan, and west to Baram in Sarawak.[1]
As with the other two grey gibbons, this species is thought to be endangered due to heavy deforestation in Borneo, as well as increases in forest fires exacerbated by El Niño events. It is also threatened by illegal hunting and capture for the pet trade.[1]
The eastern grey gibbon or northern grey gibbon (Hylobates funereus) is a primate in the gibbon family, Hylobatidae.
Owa kelempiau utara (Hylobates funereus), adalah sejenis kera arboreal yang termasuk ke dalam suku Hylobatidae. Nama lainnya adalah owa abu kalimantan, dan nama lokalnya di antaranya adalah uwa-uwa (Mly.).[3]:243 Dalam bahasa Inggris ia disebut Northern Gray Gibbon[1][4] atau East Bornean Gray Gibbon.[5][6] Owa ini menyebar terbatas (endemik) di Pulau Kalimantan.
H. funereus berwarna kelabu atau cokelat sangat gelap, dengan bagian kaki dan tangan kadang-kadang berwarna lebih terang.[3][5] Warna rambutnya memang cenderung lebih kehitaman: abu-abu gelap, abu-abu cokelat, dengan warna kehitaman atau cokelat kehitaman pada topi, tenggorokan, dada, perut hingga anus, dan bagian dalam lengan dan kaki. Bagian-bagian lainnya lebih pucat, dan alis berwarna putih, tebal.[7] Ujung tangan dan kaki tak begitu kontras kehitaman, bahkan pada hewan dari bagian utara pulau agak keputihan.[8]
Berat tubuh hewan jantan dan betina rata-rata antara 5,0-6,4 kg.[5] Panjang kepala dan tubuh hewan jantan sekitar 48,5 cm, dan yang betina antara 47,5-49 cm.[3]
H. funereus terutama menyebar di Pulau Kalimantan bagian utara: di wilayah Sabah, ke barat hingga wilayah Saribas di Sarawak, dan ke selatan ke wilayah Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur hingga ke batas S. Karangan (Berau).[9]:251-2 Namun ada pula yang menyatakan hingga sekitar Sungai Mahakam.[3][5]
Owa ini menghuni hutan-hutan primer dan sekunder semi gugur-daun, hutan dipterokarpa, dan hutan hujan tropika yang selalu hijau. Suatu kajian di Taman Nasional Kutai di Kaltim mendapatkan bahwa makanan owa ini terdiri dari buah-buahan (62%; dengan rata-rata sebanyak 24% dari buah-buahan ini adalah buah-buah ara, Ficus spp.); dedaunan (32%); bebungaan (4%); dan serangga (2%).[5]
Perbiakan H. funereus tidak bermusim, dan jarak antar kelahiran rata-rata 36 bulan. Owa betina dominan dalam kelompok sosialnya, dan mengawali duet suara teritorial.[5]
Owa abu kalimantan hidup di dataran rendah, perbukitan, hingga pegunungan. Di Sabah, ia tercatat hingga ketinggian 1.700 m dpl. Satu kelompoknya terdiri dari 3-4 individu (jantan, betina, dan 1-2 anaknya), dengan wilayah jelajah mencapai 36 ha. Kepadatan individu hewan ini bervariasi; di TN Kayan Mentarang tercatat antara 6,9-9,9 individu/km², sementara di TN Kutai antara 9-14 individu/km².[3]
IUCN mencatat bahwa populasi H. funereus terus menyusut hingga lebih dari 50% dalam jangka 45 tahun yang terakhir (3 generasi); sementara dalam proyeksi 15 tahun ke depannya penyusutan habitat ini belum lagi akan berhenti, mengingat deforestasi dan kebakaran hutan di wilayah agihannya masih terus berlangsung. Tekanan ini bertambah besar lagi oleh karena banyaknya perburuan hewan ini, baik untuk diperdagangkan sebagai hewan timangan maupun untuk dikonsumsi. Dengan pertimbangan-pertimbangan itu IUCN menempatkannya dalam status Genting (Endangered).[1]
CITES memasukkan semua spesies Hylobatidae, termasuk H. funereus ini, ke dalam Apendiks I,[10] yang berarti bahwa hewan-hewan itu dikategorikan terancam kepunahan dan CITES tidak mengizinkan untuk diperdagangkan secara internasional, kecuali untuk tujuan-tujuan non-komersial.[11]
H. funereus berstatus dilindungi menurut perundang-undangan negara Indonesia dan Malaysia.[5]
Spesies ini sebelumnya dianggap sebagai anak jenis dari Hylobates muelleri, Hylobates moloch, atau bahkan Hylobates lar.
Owa kelempiau utara (Hylobates funereus), adalah sejenis kera arboreal yang termasuk ke dalam suku Hylobatidae. Nama lainnya adalah owa abu kalimantan, dan nama lokalnya di antaranya adalah uwa-uwa (Mly.).:243 Dalam bahasa Inggris ia disebut Northern Gray Gibbon atau East Bornean Gray Gibbon. Owa ini menyebar terbatas (endemik) di Pulau Kalimantan.
O gibão-cinza-do-norte (Hylobates muelleri funereus) é uma das 3 subespécies de Hylobates muelleri.[1][2]
Esta subespécie reduziu mais de 50% nos últimos 45 anos devido a redução do habitat que ainda não cessou e onde a subespécie sobrevive existe caça e coleta para o comércio de animais selvagens e para consumo humano.[1]
|url=
(ajuda) (em inglês). Lista vermelha da IUCN. Consultado em 17 de setembro de 2012 O gibão-cinza-do-norte (Hylobates muelleri funereus) é uma das 3 subespécies de Hylobates muelleri.