Ing anibong (Oncosperma tigilarium) metung yang species ning tanaman a palma king familia Arecaceae.
Ing anibong (Oncosperma tigilarium) metung yang species ning tanaman a palma king familia Arecaceae.
Nibung (Oncosperma tigilarium) nyaéta hiji spésiés tangkal palem ti kulawarga Arecaceae. Oncosperma tigilarium (basionim Areca tigillaria Jack) tumuwuh nepi ka 25 méter luhurna, dina hiji rungkun nepi ka 50 tangkal. Batangna miboga cucuk nu panjang jeung hideung.[2]
Nibung (Oncosperma tigilarium) nyaéta hiji spésiés tangkal palem ti kulawarga Arecaceae. Oncosperma tigilarium (basionim Areca tigillaria Jack) tumuwuh nepi ka 25 méter luhurna, dina hiji rungkun nepi ka 50 tangkal. Batangna miboga cucuk nu panjang jeung hideung.
Oncosperma tigillarium is an Asian species of palm tree in the family Arecaceae.
Oncosperma tigillarium grows to 12m (possibly up to 30m) in height in dense thickets of up to 50 palm trees. The trunks of the palms are covered with long black spines. Oncosperma tigilarium has finely pinnate leaves, with drooping leaflets.[3][4][5][6]
Its common name in Indonesian is nibung meaning thorn, for the long thorns that arise along the length of the trunk of the palm. In parts of the Philippines it is known as anibung in the Hiligaynon language. In Khmer it is called sla: ta 'aôn[6]
The species is known from inland, lower salinity waters, near mangrove swamps of southern Vietnam, Cambodia, the Philippines, Malaysia and Indonesia, in Southeast Asia.[2] It is native to these areas west of the Wallace Line growing at elevations below 150 metres. It is endangered in some areas due to deforestation, and it is invasive to a few tropical islands in the Western Hemisphere where it has been planted as an ornamental.
In Singapore, A cluster of Nibong palms survive near the entrance of the Istana, located at the end of Orchard Road. A plaque at that site states: "As the nibong is a mangrove palm, this site must have once been a mangrove swamp."[7] The species is a close relative of Oncosperma horridum and shares with it properties of seawater-resistance in its stems, making it useful in the construction of kelongs, wooden structures used in shallow seas for the catching or cultivation of fish.
In Cambodia, the black, very hard wood is used for pickets in dams, the manufacture of boards and as ribs in umbrellas. The green fruit may replace Areca nut in the betel quid.[6]
The leaf buds are edible.[8]
Oncosperma tigillarium es una especie de plantas perteneciente a la familia de las palmeras (Arecaceae).
Esta especie se encuentra en Malasia.
Oncosperma tigilarium (basónimo Areca tigillaria Jack) crece hasta 40 pies de altura en matorrales densos de hasta 50 palmeras. Los troncos de las palmas están cubiertas con espinas largas y negras. El O. tigilarium tiene las hojas finamente pinnadas, con los foliolos colgantes.[2]
Su nombre común en Indonesio es nibung que significa espina, por las largas espinas que se presentan a lo largo del tronco de la palmera. En algunas partes de las Filipinas es conocido como anibung en el Idioma hiligainón.
La especie es conocida desde el interior, a las aguas más bajas en salinidad, cerca de manglares y pantanos de Indonesia, Malasia, Sumatra y las Filipinas en el sudeste de Asia.
Es nativa de estas áreas al oeste de la Línea de Wallace crece a alturas inferiores a 150 metros. Está en peligro de extinción en algunas zonas debido a la deforestación, y es invasivo para algunas islas tropicales en el Hemisferio Occidental donde se ha plantado como ornamental.
El género fue descrito por Carl Ludwig Blume y publicado en Bulletin des Sciences Physiques et Naturelles en Neerlande 1: 64. 1838.[3]
Oncosperma: nombre genérico que proviene de las palabras griegas: onkos = "granel, masa, tumor" y sperma = "semilla", presumiblemente el ancho surco lleno de material esponjoso en la base de la semilla.[4]
|coautores=
(ayuda) Oncosperma tigillarium es una especie de plantas perteneciente a la familia de las palmeras (Arecaceae).
Esta especie se encuentra en Malasia.
Nibung (Oncosperma tigillarium syn. O. filamentosum) adalah sejenis palma yang tumbuh di rawa-rawa Asia Tenggara, mulai dari Indocina hingga Kalimantan.
Tumbuhan ini berupa pohon dengan bentuk khas palma: batang tidak atau jarang bercabang, dapat mencapai 25m, dapat memunculkan anakan yang rapat, membentuk kumpulan hingga 50 batang. Batang dan daunnya terlindungi oleh duri keras panjang berwarna hitam. Daunnya tersusun majemuk menyirip tunggal (pinnatus) yang berkesan dekoratif.
Kayu nibung sangat tahan lapuk sehingga dipakai untuk penyangga rumah-rumah di tepi sungai di Sumatra dan Kalimantan. Temuan arkeologi di daerah Jambi menunjukkan sisa-sisa penyangga rumah dari kayu ini di atas tanah gambut dari perkampungan abad ke-11 hingga ke-13. [1] Kayunya juga dipakai untuk jala ikan (di Kalimantan).
Nibung adalah tumbuhan indentitas Provinsi Riau.
Nibung (Oncosperma tigillarium syn. O. filamentosum) adalah sejenis palma yang tumbuh di rawa-rawa Asia Tenggara, mulai dari Indocina hingga Kalimantan.
Tumbuhan ini berupa pohon dengan bentuk khas palma: batang tidak atau jarang bercabang, dapat mencapai 25m, dapat memunculkan anakan yang rapat, membentuk kumpulan hingga 50 batang. Batang dan daunnya terlindungi oleh duri keras panjang berwarna hitam. Daunnya tersusun majemuk menyirip tunggal (pinnatus) yang berkesan dekoratif.
Kayu nibung sangat tahan lapuk sehingga dipakai untuk penyangga rumah-rumah di tepi sungai di Sumatra dan Kalimantan. Temuan arkeologi di daerah Jambi menunjukkan sisa-sisa penyangga rumah dari kayu ini di atas tanah gambut dari perkampungan abad ke-11 hingga ke-13. Kayunya juga dipakai untuk jala ikan (di Kalimantan).
Nibung adalah tumbuhan indentitas Provinsi Riau.
Pokok Nibung (Oncosperma tigillarium syn. O. filamentosum) merupakan tumbuhan jenis palma dalam keluarga arecaceae yang berasal di Asia Tenggara. Ia biasanya tumbuh liar di seluruh negara Asia Tenggara terutama di kawasan berpaya. Ia boleh didapati dari Indocina hingga Kalimantan.
Pokok Nibung ini berupa pohon dengan bentuk khas palma: batang tidak atau jarang bercabang, mampu mencapai 25m, dapat memunculkan anakan yang rapat, membentuk rimbunan hingga 50 batang. Batang dan daunnya terlindungi oleh duri keras panjang berwarna hitam. Daunnya tersusun majemuk menyirip tunggal (pinnatus) yang berkesan dekoratif.
Spesies ini dikenali di kawasan darat, air payau rendah, berhampiran kawasan berpaya di Indonesia, Malaysia, Sumatera, dan Filipina di Asia Tenggara. Ia merupakan tumbuhan tempatan di kawasan tersebut di bahagian barat Garis Wallace tumbuh di ketinggian bawah 150 metres. Ia terancam di sesetengah tempat akibat penebangan hutan, dan ia menjadi spesies ceroboh di sesetengah pulau tropika di Hemisfera Barat di mana ia ditanam sebagai pokok hiasan.
Pokok nibung biasanya tumbuh secara berumpun seperti pokok buluh. Serumpun nibung biasanya terdiri diantara 5 hingga 50 batang pokok. Ketinggian pokok nibung mencapai sehingga 30 meter. Batang pokok nibung biasanya lurus, mempunyai duri-duri keras dan panjang yang tajam berwarna hitam. Daunnya juga berduri seperti ini. Pokok Nibung membiak melalui pecahan rumpun dan biji benih.
Kayu nibung sangat tahan lapuk sehingga dipakai untuk penyangga rumah-rumah di tepi sungai di Sumatera dan Kalimantan. Jumpaan arkeologi di daerah Jambi menunjukkan sisa-sisa penyangga rumah dari kayu ini di atas tanah gambut dari perkampungan abad ke-11 hingga ke-13.[2] Kayunya juga dipakai untuk memerangkap ikan (di Kalimantan).
|coauthors=
tidak diketahui diabaikan (guna |author=
) (bantuan)
Pokok Nibung (Oncosperma tigillarium syn. O. filamentosum) merupakan tumbuhan jenis palma dalam keluarga arecaceae yang berasal di Asia Tenggara. Ia biasanya tumbuh liar di seluruh negara Asia Tenggara terutama di kawasan berpaya. Ia boleh didapati dari Indocina hingga Kalimantan.
Oncosperma tigillarium là loài thực vật có hoa thuộc họ Arecaceae. Loài này được (Jack) Ridl. mô tả khoa học đầu tiên năm 1864.[3]
Oncosperma tigillarium là loài thực vật có hoa thuộc họ Arecaceae. Loài này được (Jack) Ridl. mô tả khoa học đầu tiên năm 1864.